Kolaborasi Antara Pesantren Dan Perguruan Tinggi
Gambaran bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang tertinggal,
terbelakang, sederhana, dan bahkan kumuh ternyata sudah tidak selalu
benar. Sudah mulai ada pesantren yang menampakkan kemodernannya. Cara
belajar dan simbol-simbol lainnya masih tetap, misalnya terkait dengan
pakaian yang dikenakan, hubungan kyai dan santri, dan juga kitab yang
dipelajari, tetapi cara pandang tentang dunianya sudah berubah.
Perubahan
cara pandang tersebut bisa dilihat misalnya, dari bagaimana pesantren
mempersiapkan para santrinya di masa depan. Para santri tidak saja
diajak mempelajari kitab kuning sebagaimana dahulu di pesantren pada
umumnya, tetapi juga diajari tentang berekonomi. Bahkan di sini letak
bedanya, antara pesantren dan perguruan tinggi. Pesantren dalam
membekali para santrinya lebih membumi, ----dalam arti lebih bersifat
praktis, sementara perguruan tinggi terkesan sebaliknya, yaitu masih
serba teoritik sehingga terkesan masih melangit.
Pada hari
Senin, tanggal 22 Desember 2014, saya diundang oleh Kyai Mahfudz
Shobari, pengasuh pesantren Riyadul Jannah Pacet, Mojokerto ke
pesantrennya. Saya diundang untuk diajak bersama-sama bertemu dan
berdiskusi dengan Rektor Universitas Brawijaya Malang beserta staf
pimpinan lainnya yang datang ke pesantren yang diasuhnya. Memang agak
aneh, tetapi sangat bagus, pimpinan perguruan tinggi besar datang ke
pesantren untuk bersama-sama berbicara dan menjalin kerjasama sebagai
upaya mengembangkan masing-masing lembaganya.
Pada saat
pertemuan itu, saya membayangkan, umpama kejadian itu berlangsung dua
puluh atau tiga puluh tahun yang lalu, pembicaraan antara kedua pimpinan
lembaga pendidikan yang berbeda itu tidak akan terlalu nyambung,
apalagi berbicara tentang ekonomi. Peantren sehari-hari berbicara
terkait dengan kitab kuning, sementara rektor berbicara tentang riset.
Namun gambaran tersebut sekarang ini sudah berubah. Kyai pada saat
sekarang ini memang masih berbicara kitab, tetapi juga tidak
ketinggalan ketika bersama rektor membahas tentang ekonomi. Bahkan dalam
hal-hal tertentu, terutama dalam implementasi, kyai justru memiliki
kelebihan. Apa yang sudah dilakukan oleh pesantren belum tentu telah
diimplementasikan oleh perguruan tinggi.
Dalam pertemuan
itu terkesan ada pembagian wilayah yang tampak jelas. Perguruan tinggi
lewat berbagai program risetnya menjadi kaya akan hal-hal yang bersifat
teoritik. Sementara orang menyebutnya adalah hal-hal yang berada di
langit. Sementara itu, pesantren lebih mengedepankan pada praktek di
lapangan. Para dekan yang hadir ketika itu mengemukakan tentang
hasil-hasil penelitian para guru besar dan dosennya. Temuan-temuan yang
dihasilkannya hebat, tetapi diakuinya sendiri belum diimplementasikan
oleh karena terhalang oleh waktu, tenaga dan juga pembiayaannya.
Sementara
itu, pesantren sebagaimana yang dilakukan oleh Kyai Mahfudz Shobari,
pengasuh pesantren Riyadul Jannah Pacet, Mojokerto, dengan
kreatifitasnya sendiri secara langsung mengimplementasikannya di
lapangan. Melalui cara itu, kyai telah berhasil mengembangkan berbagai
usaha ekonomi, baik di bidang pertanian, peternakan, rumah makan, dan
lain-lain. Usaha ekonomi yang dikembangkan oleh pesantren tersebut
sudah dikelola secara modern. Misalnya, sudah menggunakan standar
kualitas yang ditentukan hingga produknya diterima di pasar modern
seperti carrefour, dan sejenisnya.
Hal lain yang lebih
menonjol dari pesantren, di antaranyta adalah terkait dengan cara
melihat para pekerjanya. Sebagian pekerja dari usaha ekonomi
pesantren adalah santrinya sendiri. Namun begitu, sekalipun sifatnya
berlatih, para santri juga diperlakukan sebagaimana pekerja lainnya,
digaji misalnya. Para pekerja, oleh kyai, tidak dibolehkan selamanya
menjadi pekerja. Dalam jangka waktu tertentu, para pekerja, termasuk
santrinya, harus bisa mandiri dalam arti membuka usaha sendiri. Agar
programnya itu berhasil, maka kyai menyisihkan sebagian gaji
karyawannya, agar pada saatnya kemudian uang yang terkumpul itu bisa
dijadikan modal ketika yang bersangkutan harus membuka usaha sendiri.
Melihat
perbincangan antara Rektor dan Kyai pengasuh pesantren, sama sekali
tidak tampak adanya pihak-pihak yang terlalu mendominasi oleh karena
keistimewaannya. Masing-masing memiliki keistimewaan, Rektor istimewa
dalam hal yang bersifat teoritik. Sementara itu, kyai sebagai pengasuh
pesantren memiliki keistimewaan dalam hal yang bersifat implementatif.
Maka, pertemuan di antara keduanya, seolah-olah menjadi pertemuan antara
penduduk di langit dan penduduk bumi. Oleh karena itu, manakala apa
yang dilakukan oleh Rektor Universitas Brawijaya dan Pengasuh Pesantren
Riyadul Jannah dimaksud bisa berlanjut, maka akan membuahkan
kolaborasi atau kerjasama yang sangat tepat dan produktif. Kiranya hal
demikian itu yang ditunggu dan akan memberi manfaat lebih pada siapapun,
tidak terkecuali untuk bangsa ke depan. Wallahu a’lam
0 Response to "Kolaborasi Antara Pesantren Dan Perguruan Tinggi"
Post a Comment