Ber-Islam Bukan Mencari Musuh
Di dalam kehidupan sehari-hari, masih ada saja orang menanyakan
tentang Islam dari hal amat sederhana, misalnya apakah dengan beragama
Islam maka harus berpakaian khas, membatasi pergaulan, harus masuk
organisasi tertentu, tidak boleh bekerja di sembarang tempat, dan
bahkan juga harus bermusuhan dengan orang yang tidak sepaham, dan
semacamnya. Pertanyaan sederhana seperti itu seringkali muncul oleh
karena mereka melihat Islam bukan dari kitab suci dan juga tauladan
kehidupan nabi, melainkan dari orang yang dianggap telah menjalankan
Islam.
Cara memahami Islam hanya sebatas dari melihat
orang Islam tentu tidak cukup. Keber-Islaman seseorang tentu
bertingkat-tingkat dan juga bahkan berproses. Sementara orang disebut
telah menjadi muslim padahal sebenarnya yang bersangkutan baru membaca
dua kalimah syahadah, menjalankan shalat, dan ikut puasa pada bulan
ramadhan. Sementara itu perilakunya sehari-hari masih belum menunjukkan
sebagai seorang muslim dan mukmin yang sebenarnya.
Pemberian
identitas sebagai seorang muslim kepada orang sebagaimana tersebut juga
tidak terlalu keliru. Sebab orang yang mengaku dan bersaksi bahwa
Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan Muhammad adalah utusan-Nya, maka
yang bersangkutan sudah disebut sebagai seorang muslim. Terkait dengan
perilaku dan kegiatan keagamaan lainnya, dilakukan secara bertahap, atau
berproses. Sedangkan proses atau tahapan-tahapan menjadi muslim secara
sempurna juga tidak selalu berjalan linier, tetapi bisa saja naik
turun. Sepulang dari haji misalnya, sedemikian rajin datang ke masjid,
shalat berjama’ah, tetapi selang beberapa waktu, mereka kembali pada
kebiasaan semula.
Melihat kenyataan seperti itu, maka
wajar jika kemudian banyak orang memiliki pengertian yang beraneka ragam
tentang Islam. Mereka mengira bahwa sebagai seorang muslim harus
mengenakan baju taqwa, pakaian gamis, berjenggot, mengenakan sarung,
berkopyah, dan sejenisnya. Sebenarnya boleh-boleh saja seseorang,
tatkala menjadi muslim lalu mengenakan identitas seperti itu, tetapi
juga sebaliknya, tidak mengapa mengenakan identitas lainnya, misalnya
berpakaian jawa, madura, sumatera, dan lain-lain. Seorang muslim dalam
berpakaian hanya dituntut agar selalu menutup auratnya.
Umat
Islam juga tidak harus bergabung dengan organisasi sosial keagamaan dan
bahkan juga organisasi politik tertentu. Seperti sekarang ini, di
Indonesia, umat Islam masuk berbagai jenis partai politik, misalnya ada
di Golkar, Gerindra, Hanura, Nasdem, PDIP, PPP, PAN, PKB, dan lain-lain.
Para pemimpin atau tokoh berbagai partai politik tersebut, pada saat
sekarang ini, juga banyak yang beragama Islam, dan bahkan juga tidak
sedikit di antara mereka berkeinginan menyampaikan ajaran Islam melalui
partai politik pilihannya, sekalipun partai politik dimaksud bukan
menunjukkan simbol atau identitas Islam.
Demikian
pula, seseorang menjadi muslim tidak harus bergabung dengan organisasi
sosial keagamaan, misalnya NU, Muhammadiyah, Persis, Al Wasliyah, Al
Irsyad, Tarbiyah Islamiyah, Jam’iyah Islamiyah, dan lain-lain. Selain
itu, juga tidak ada larangan seorang muslim bergabung dengan
organisasi lainnya, misalnya koperasi, organisasi pemuda, profesi,
dan lain-lain. Berbagai organisasi itu diuperlukan untuk menjalin
kebersamaan. Sedangkan yang tidak dibolehkan dalam Islam adalah bahwa
tatkala memasuki organisasi tertentu kemudian menjadi bermusuhan,
memutus tali sillaturrakhiem, dan melakukan penyimpangan lain yang
merugikan dirinya maupun orang lain.
Selain itu, dengan
ber-Islam juga tidak boleh bermusuhan dengan siapapun. Islam hadir bukan
menciptakan musuh, tetapi justru sebaliknya, yaitu menebarkan rakhmat,
kasih sayang, mencintai orang lain dan lingkungannya. Islam mengajarkan
agar saling mengenal satu dengan lainnya, berusaha memahami dan
menghargai orang lain hingga akhirnya agar membuahkan tolong menolong
dalam kebaikan. Ajaran Islam mengajak umatnya dan juga semua manusia
untuk bersama-sama memelihara ciptaan Tuhan yang sangat berharga bagi
kehidupan ini, yaitu ajaran yang dibawa oleh nabi-Nya, akal, jiwa,
harta, dan anak keturunan. Intinya, Islam mengajak pada kehidupan yang
selamat, dan membahagiakan baik di dunia maupun di akherat kelak.
Islam
juga melarang umatnya membuat kerusakan di muka bumi, menyakiti orang
lain, apalagi bermusuhan. Islam justru mengajarkan sebaliknya, yaitu
agar selalu menjalin kasih sayang, mencintai sesama, dan apalagi
terhadap kedua orang tuanya. Bahkan dinyatakan bahwa ukuran tentang
sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling banyak memberi manfaat
terhadap orang lain. Manakala konsep ini dikembangkan secara lebih
jelas, menjadi misalnya, sebaik-baik organisasi adalah organisasi yang
memberi manfaat bagi organisasi lainnya, dan sebaik-baik negara adalah
negara yang berhasil memberi manfaat bagi negara lainnya, maka kehidupan
dalam ber-Islam menjadi sedemikian indah. Semua orang, baik secara
pribadi, kelompok, dan organisasi hingga pada suatu bangsa berlomba,
bukan dalam persenjataan untuk perang, melainkan berlomba dalam saling
memberi manfaat. Gambaran itu menjadi indah sekali. Ber-Islam bukan
untuk mencari musuh, melainkan justru bermaksud untuk menebarkan
kesalamatan dan kedamaian. Wallahu a’lam.
0 Response to "Ber-Islam Bukan Mencari Musuh"
Post a Comment