Penyandang Identitas Sebagai Ilmuwan
Dalam sejarah kemanusiaan, selalu terdapat sekelompok orang yang
menduduki posisi sebagai ilmuwan. Mereka itu dianggap mengetahui
tentang sesuatu melebhi lainnya pada bidang-bidang tertentu. Penyebutan
bidang tertentu ini penting, oleh karena tidak mungkin setiap orang
mengetahui tentang semua hal. Setiap orang hanya mampu mengetahui
sesuatu secara mendalam tentang satu, dua atau beberapa hal saja.
Orang-orang
berprestasi dalam penguasaan ilmu pengetahuan ini dalam khazanah Islam
diberi sebutan ulama’. Seharusnya sebutan ulama’ itu diberikan kepada
semua orang yang mendalami berbagai jenis ilmu pengetahuan yang memberi
manfaat terhadap kehidupan manusia, tetapi pengertian itu agaknya
dipersempit, yaitu khusus hanya diberikan kepada orang yang mendalami
ilmu agama. Kepada orang yang mendalami selain ilmu agama, biasanya
disebut sebagai ilmuwan atau cendekiawan.
Pada akhir-akhir
ini, muncul pemaknaan kembali terhadap pengertian agama. Disebut
sebagai pemaknaan kembali karena, oleh sementara orang, hal itu bukan
benar-benar sesuatu yang baru. Dahulu, agama, -------dalam hal ini
Islam, dipandang sebagai sesuaru yang memiliki arti luas, yakni bukan
sebatas menyangkut kegiatan ritual berupa penyembahan, pengorbanan,
atau ekspresi dari bentuk-bentuk ketaatan kepada Dzat Yang Maha Kuasa
dalam pengertian terbatas, melainkan adalah menyangkut semua hal terkait
dengan kehidupan secara keseluruhan.
Atas dasar
perkembangan pemikiran tersebut, muncul berbagai wacana atau
perbincangan tentang keterkaitan antara agama-----dalam hal ini Islam,
dan berbagai jenis ilmu pengetahuan. Sejalan dengan perkembangan
pemikiran itu, lembaga pendidikan Islam yang ada dianggap belum
menggambarkan keluasan cakupan ilmu yang seharusnya dipelajari,
sehingga lahir semangat melakukan perubahan kelembagaan pendidikan
tinggi Islam, dari semula berbentuk institut atau bahkan sekolah tinggi
menjadi bentuk universitas. Gerakan perubahan itu terasa cepat,
hingga sekarang ini di Indonesia, sudah terdapat 11 Universitas Islam
Negeri (UIN), dan rupanya masih akan disusul oleh yang lain.
Dengan
bentuk kelembagaan yang baru, yakni universitas, perguruan tinggi Islam
tidak sebagaimana sebelumnya hanya mengembangkan ilmu ushuluddin,
syari’ah, tarbiyah, dakwah dan adab, melainkan juga mengembangkan
berbagai disiplin ilmu atau sains, teknologi, dan seni. Hal yang
membedakan ilmu yang dikembangkan di universitas Islam dari universitas
lainnya adalah terletak pada sumber keilmuannya. Pengembangan keilmuan
di perguruan tinggi Islam, selain bersumber dari hasil observasi,
eksperimentasi, dan penalaran logis juga menempatkan al Qur’an dan
hadits nabi sebagai sumber ilmu pengetahuan yang utama.
Format
keilmuan yang dikembangkan oleh universitas Islam sebagaimana
digambarkan itu, maka diharapkan mampu melahirkan sosok ulama yang
berpengetahuan lebih bervariatif. Sebutan ulama tidak saja diberikan
kepada para ahli fiqh, aqidah, tasawwuf, syari’ah, ushuddin, dan
sejenisnya itu, melainkan juga kepada para ilmuwan lainnya, yaitu para
ahli ekonomi, hukum, kedokteran, teknik, psikologi, sosiologi, bahasa
dan sastra, dan seterusnya. Mereka itu, selain memahami disiplin ilmu
yang bersumber dari hasil-hasil observasi, eksperimentasi dan penalaran
logis juga mendasarkan pada sumber yag lebih utama, yaitu al Qur’an dan
hadits nabi. Maka kepada mereka, sebutan sebagai ulama adalah menjadi
seharusnya.
Di tengah-tengah kehidupan masyarakat,
penyandang sebutan ulama adalah memiliki posisi strategis. Keberadaannya
bagaikan obor di tengah kegelapan atau mercusuar di tengah lautan.
Pada setiap saat, mereka melakukan peran-peran penjelas terhadap sesuatu
yang tidak atau belum diketahui oleh manusia pada umumnya. Selain itu
mereka juga sebagai pembimbing, pengarah, pemandu, dan bahkan adalah
memberikan contoh atau ketauladanan dalam bidang keahliannya. Oleh
karena itu, keberadaannya sebagai seorang ulama adalah sangat
diperlukan, dan juga sangat terhormat.
Gambaran tersebut,
sudah barang tentu, adalah bersifat ideal. Dalam tataran praktis atau
pada kenyataannya, posisi dan peran strategis tersebut pasti berada
pada rentangan panjang sesuai dengtan tingkat kualitas yang
bersangkutan. Kualitas manusia, pada bidang apapun, adalah selalu
berbeda atau bertingkat-tingkat. Pendidikan yang membentuk kualitas
manusia, tidak sebagaimana mesin ketika memproduk barang, yaitu selalu
menghasilkan bentuk yang sama. Demikian pula, kualitas keulamaan pada
bidang apapun, di mana dan kapan saja, pasti berbeda-beda pula.
Namun
demikian, semua ulama, termasuk ilmuwannya, tidak terkecuali lulusan
perguruan tinggi Islam, diharapkan mampu melakukan peran-perannya
secara maksimal. Mereka diharapkan mampu mengemban amanah, sebagai
pendidik dan juga sebagai obor penerang dalam kegelapan kehidupan ini
sebagaimana seharusnya. Kiranya siapapun mengakui, bahwa di zaman modern
seperti sekarang ini, pengaruh lingkungan terasa semakin luas,
variatif bentuknya, dan semakin keras, tidak terkecuali terhadap
kehidupan para ilmuwan. Tetapi apapun keadaannya, sebagai pengemban
nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari ayat-ayat qawliyah dan sekaligus ayat-ayat kawniyah
di tengah-tengah masyarakat, mereka diharapkan tidak boleh terkalahkan
oleh kekuatan apapun. Mereka harus tetap tegak dan kokoh dalam menjaga
dan mempertahankan kebenaran yang diyakininya. Wallahu a’lam.
0 Response to "Penyandang Identitas Sebagai Ilmuwan"
Post a Comment